Tersandarku ke belakang kursi sambil coba meluruskan tubuh, juga tanganku. Tertengadahnya kepala membuatku melihat jam yang sudah menunjukan jam 11 siang. Dengan malas, aku memundurkan kursi dan kemudian berdiri. Terpikir tanggung, ingin rasanya kulanjutkan pekerjaanku, tapi...... Ah sudahlah, akhirnya kutinggalkan pekerjaanku untuk sholat Jumat.
Aku meraba mencari sajadahku di lemari yang berada di belakangku. Suasana baru, maklum aku baru minggu ini mulai bekerja di kantor ini. Pekerjaan baruku ini, sebagian besar hanya akan berada di belakang meja, lebih mengandalkan pemikiran dan ide dari pada kerja otot. Kadang jika ide sudah datang, apapun akan kulewatkan. Tapi kali ini aku hanya sedang membuat laporan, sehingga dapat kutinggalkan.
Ini sajadah baru, aku beli khusus untuk kupakai di kantor. Maklum, di dekat kantorku ada masjid yang megah kalau jumat begini akan ramai oleh para karyawan di komplek perkantoran sekitar. Aku beli yang baru soalnya kupikir akan repot jika setiap pergi dan pulang harus membawa sajadah. Karena kupikir akan dipakai di masjid yang megah, maka aku memilih sajadah yang lumayan bagus dan lumayan mahal.
Sajadah ini ukurannya lebih besar dari pada yang kumiliki di rumah, maklum satu yang di rumah sudah aku pakai sejak aku mulai ngekost untuk kuliah. Lebarnya selebar lututku saat duduk bersilah, dan kupikir memang itulah patokan ukuran sajadah ini. Warna dan motifnya cukup mencolok, sangat mengesankan kalo sajadah ini mahal.
Aku keluar dan langsung berjalan menuju masjid besar itu. “nambah-nambah pahala sedikit-lah”, pikirku. Aku tak sadar besarnya masjid itu membuat kabur jaraknya dengan kantorku, ternyata jaraknya mencapai sekitar 500m, belum lagi halaman masjid itu luas untuk tempat parkir. Aku baru sadar kenapa teman-temanku lebih memilih memakai mobil dari pada langsung berjalan ke sana.
Sampai disana, ternyata bagian dalam masjid itu sudah penuh. Jadi aku putuskan untuk mengisi bagian kosong teras belakang, tepat di belakang tembok. Di sebelahku kananku sudah ada seorang bapak, namun di sebelahku kiriku masih kosong. Aku langsung bentangkan sajadahku kemudian sholat tahiyatul Masjid.
Setelah selesai, aku baru sadar bahwa ternyata sajadah bapak tersebut juga seukuran
dengan punyaku. Memang lebih bagus, karena mungkin lebih mahal. Aku tersenyum dan bersalaman, kemudian langsung lanjutkan membaca Yassin dan berdzikir.
Tak lama datang lelaki yang tampaknya tak jauh lebih muda dariku. Dia langsung membentang sajadahnya dan langsung sholat, pokoknya persis seperti aku tadi. Namun setelah bersalaman, benakku mulai terganggu. Aku baru sadar bahwa sajadah orang di sebelahku hampir sama dengan punyaku. Kulihat sekeliling, walau tak semuanya, ternyata kebanyakan sajadah yang ada, hampir seukuran dengan punyaku. Memang, sajadah itu bagus-bagus, dan hampir aku minder karena sajadah mereka lebih bagus. Sesekali aku tersenyum memikirkannya. Khatibpun naik mimbar.
'kan ga boleh bicara setelah khatib naik mimbar '
Iqamah berkumandang, kami semua bediri, tampak pergerakan orang-orang maju ke depan untuk mengisi shaf yang kosong, namun karena aku berada di belakang tembok, aku hanya mengunggu orang di sebelahku untuk bergeser ke kanan atau ke kiri. Aku bergeser ke kanan dan sehingga membuat ruang yang sekiranya cukup 1 orang lagi. Tepat di antara batas sajadahku dengan orang di sebelah kiriku. Aku sendiri tepat di pinggir kanan sajadahku dengan sedikit menginjak sajadah Bapak disebelahku.
Aku memandang ke belakang, mempersilahkan orang di belakang untuk mengisi tempat kosong yang kubuat. Aku lihat orang yang tepat di belakangku ada lah bapak-bapak yang cukup gemuk. Kupikir pantas bapak ini tidak mau maju kedepan, mungkin ruangnya kurang luas untuknya, jadi aku geser lagi posisiku ke kanan, sampai bahuku menyentuh bapak yang di sampingku. Bapak itu sedikit bergeser, aku senang karena kupikir bapak itu merapatkan shaf juga. Sekarang kulihat ruang itu sudah cukup, imampun sudah takbiratul ihram. Namun yang kulihat bukan bapak yang tadi yang mengisi ruang yang kubuat, namun bapak tua disebelahnya.
Setelah itu Aku langsung takbiratul ihram, dan sholat.
( masa sholat jumat pk diceritain lagi )
Selesai sholat, wirid dan berdoa, saat kupikir cukup doa-ku. Aku ingin segera kembali kantor. Namun aku tak bisa langsung melipat sajadahku. Ternyata bapak yang tadi maju, sedang melakukan sholat sunah, aku harus menunggunya. Sholatnya cukup lama, perasaan terburu-buru ku mulai muncul. Ya, mungkin karena tidak tahu harus berpikir apa.
Bapak itu selesai sholatnya, dan sedang melengkapi sholatnya. Aku tersenyum, sambil menarik sedikit sajadahku, bapak itu mengerti dan mengangkat pantatnya sehingga aku dapat menarik sajadah ku.
Jujur saja, harus aku akui sholatku tadi kurang khusyu. Aku terus terpikir akan renggangnya shaf-ku. Sebenarnya aku tau, bukan hanya shafku, tapi juga shaf-shaf lain sekitarku. Aku maklumi semua kejadian di masjid tadi, tapi kenapa aku merasa ada yang salah.
Ok, dengan menggunakan sajadah yang bagus akan makin menunjukkan keseriusanku(kami) dalam beribadah...... tapi sebagai bayarannya???? layak kah ??? riya kah??? tak terpikir olehku ke arah sana saat membeli sajadah ini....
yang terjadi bukan kehendak kita, apapun niat kita... sadarlah, yang terjadi mungkin diluar rencana kita, bahkan diluar pemikiran kita saat itu..... SECERDAS APAPUN KITA, KITA TETAP TIDAK AKAN TAHU BENAR SALAH, KARENA MEMANG TIDAK AKAN PERNAH JADI KUASA KITA. satu-satunya yang dapat kita lakukan hanyalah meniatkan segalanya hanya karena ALLAH....
Tak tahu kenapa, aku teringat saat kecilku di kampung. Setiap hari Jumat aku membantu pengurus masjid mempersiapkan sholat jumat. Mulai dari membersihkan masjid, mengisi tangki air whudu, sampai membeberkan kain putih panjang sebagai penanda shaf. Aku ingat orang-orang kampungku tak begitu banyak yang membawa sajadah sendiri saat sholat jumat. Jadi kain putih itulah yang menjadi tempat sujudnya. Namun yang pasti, shafnya lebih rapat dari yang tadi, mungkin sangat rapat.
Sedikit terpikir olehku, yang membuat jarak antara aku dan orang-orang sebelahku adalah sajadahku ini, ehmmm............... sajadah kami.
Mungkin dengan niat untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan ALLAH, beberapa dari kita malah mengurangi kualitas hubungan kita dengan manusia lain. Bahkan dengan dalih itu juga... telah terjadi exclusivitas dalam beribadah, berdakwah dan cara hidup....
tidak brtentangan memang,
tapi membatasi diri untuk menyatu...
Tuesday, October 30, 2007
Sajadah Makin Lebar
it's about :
thought
Posted by Novan Firmansyah at 10/30/2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment